Sunday, November 13, 2011

Halte dan Cerita Hujan

 
ilustrasi : www.wartanews.com


Faishal memacu motornya kencang, karena langit sudah semakin gelap dan pekat, angin sudah mulai bertiup kencang, sepertinya hujan lebat akan turun di sore ini. Tak sanggup ia membayangkan jika dia sampai terjebak oleh hujan, kemacetan dimana-mana, belum genangan air yang sering membuat jalan yang dilaluinya pulang kerja menjadi lautan air.

Tapi untung tak dapat diraih malang tak dapat di tolak, hujan pun turun juga, dimulai dengan rintik-rintik, kemudian menjadi seperti air bah yang ditumpahkan dari langit. Angin kencang pun bertiup merobohkan pohon besar yang ada di pinggir jalan, dekat trotoar.

Mau tak mau Faishal pun akhirnya menepi, dengan tergopoh memarkirkan motornya, jaket hitam yang di kenakanya sudah basah terkena air hujan. Baru saja dia berteduh di sebuah halte bus di pinggir jalan, sebuah sedan silver melintas dan melaju dengan kencang, sehingga menimbulkan cipratan air yang mengenai sepatunya yang mengkilap.

"Sompret, sialan loe ya, udah tau ujan bawa mobil kayak setan, gak punya mata kali yah " Faishal menghardik dan mengumpat, tapi yang diumpat tetap berlalu dalam guyuran hujan yang semakin deras, sehingga umpatan Faishal itu tidak mungkin terdengar, bahkan mungkin umpatan itu hanya terdengar olehnya sendiri.


Seorang anak kecil berbaju lusuh dan kumal mengahampirinya, badannya kurus dan mukanya sedikit pucat, tas yang tergantung di pundaknya pun tak kalah lusuhnya,

"Semir ya om, sepatunya kotor om."

Si anak kecil berkata dengan muka mengharap iba. Faishal hanya diam, dibukanya helm yang menutup kepalanya, dalam hatinya masih dongkol dengan ulah pengendara mobil ugal-ugalan tadi. Dia pun memandangi sepatunya yang terlihat basah dan kotor, sebenarnya memang harus disemir supaya terlihat mengkilap lagi, tapi apa gunanya jika kondisi masih hujan begini.

"Semir ya om, dua ribu aja, buat tambahan uang jajan om." anak itu kembali merayu Faishal untuk menyemir sepatunya. Faishal pun merasa iba,

"Ya udah dek, " akhirnya Faishal pun mengiyakan.

Sambil duduk di bangku panjang yang tersedia di halte itu, ia pun melepaskan sepatunya, dan menggantinya dengan sandal jepit yang disodorkan oleh si anak kecil dengan senyum penuh kegirangan.

Hujan masih terus turun dengan derasnya, Faishal melepas jaket yang dikenakannya meletakannya di sandaran bangku panjang, sambil memperhatikan sang anak yang dengan cekatan sedang melakukan pekerjaannya. Faishal menebak usia anak ini sekitar 9 tahun seusia dengan anaknya yang masih duduk di kelas 3 sekolah dasar.

"Kamu tidak sekolah dek?", Faishal mencoba memecah keheningan.
"Saya sekolah pagi Om, siang setelah pulang sekolah baru saya membantu ibu menacari uang"
Si anak menjawab sambil tangannya terus bekerja.
"Maksud adek membantu ibu mencari uang gimana?"
"Saya menyemir sepatu buat bantu ibu om, kata ibu saya kalau saya mau sekolah, saya mesti cari uang jajan sendiri," dengan polos ia pun melanjutkan kata-katanya.
“Ohh.." Faishal hanya ternganga, lalu melanjutkan petanyaanya.
"Memang ayah dan ibumu tidak bekerja?"

"Bapak saya sudah tidak ada om, kata ibu sejak saya masih bayi, ibu tiap pagi saya liat datang dari rumah tetangga dengan membawa pakaian katanya mau di cuci om, sore harinya ibu mengembalikan pakaian itu setelah di setrika."

Tiba-tiba dada Faishal bergemuruh, matanya nanar dan panas seperti ada yang mau keluar dari sana. Sungguh dia malu dengan anak kecil itu, masih seusia itu harus bekerja keras membantu ibunya, walupun hanya untuk sekedar mencari uang jajannya sendiri. Setidaknya, nasib anaknya dan dia lebih baik, walaupun dengan kondisi yang pas-pasan dia masih mempunyai penghasilan tetap, dan itu yang sering lupa ia syukuri. Tak sanggup ia membayangkan jika anak yang kecil yang berada di depannya ini adalah anaknya sendiri.


Hujan sudah reda, aktifitas jalanan pun sudah mulai berangsur normal, walaupun genangan air masih banyak terlihat. Faishal memaki helm dan jaket hitamnya, lalu memakai kembali sepatunya yang sudah terlihat mengkilap, di keluarkan selembar uang biru dari dompetnya, lalu di serahkanya kepada si anak kecil.


"Ambil saja kembalianya dek, semoga bisa membantumu" Faishal berkata sambil tersenyum.

Si anak terlihat kaget, tidak menyangka akan mendapat uang sebanyak itu, untuk hasil kerjanya kali ini. Ucapan syukur dan terimaksih terucap berkali-kali dari mulutnya, matanya berbinar-binar senyumnya pun mengembang, lalu terlihat dia pun berjalan tergesa-gesa menuju lorong gang kecil yang ada di seberang halte itu. Ada hikmah yang bisa di ambil oleh Faishal , jangan pernah lupa untuk mensyukuri segala nikmat yang ada.

1 comment: